Disebutkan dalam suatu kisah bahwa ada seorang kakek tua renta, ia pergi ke kebun membawa cangkul dan tunas kelapa. Dalam usianya yang sudah renta dan fisiknya yang sudah lemah, sang kakek mengayunkan cangkulnya menggali lubang lalu ia menanam tunas kelapa yang ia bawa. Seseorang yang kebetulan lewat di situ melihat sang kakek menanam pohon kelapa terheran-heran, ia pikir buat apa kakek ini menanam pohon kelapa? Berapa tahun pohon kelapa itu akan berbuah, dan berapa lama lagi kakek tua ini akan hidup di dunia? Sempatkah ia nanti menikmati buah pohon kelapa yang ia tanam?
Untuk mengobati rasa penasarannya, orang tersebut menghampiri sang kakek dan bertanya: kakek kan sudah tua, sementara pohon kelapa ini baru berbuah beberapa tahun nanti, untuk apa kakek menanamnya? Dengan tenang sang kakek menjawab: “orang tua kami telah menanam, dan kami telah menikmati hasilnya, maka kami sekarang menanam untuk dinikmati buahnya oleh generasi setelah kami”.
Kata-kata yang sangat bijak dari sang kakek ini perlu kita cermati, perlu kita hayati dan perlu kita renungi. Rupanya sang kakek betul-betul mengerti bahwa para pendahulunya telah banyak berbuat, mereka telah berjuang, mereka telah bekerja keras yang tentunya para pendahulunya itu berbuat dan bekerja bukan hanya untuk dirinya akan tetapi untuk bangsa dan negaranya, untuk generasinya dan generasi setelahnya.
Sang kakek juga sangat paham bahwa selama ini ia telah menikmati hasil jerih payah para pendahulunya, ia sudah banyak makan jasa orang-rang sebelumnya, ia paham betul bahwa tidak langsung tumbuh dewasa, ia mengerti bahwa apa yang ia capai tidak lepas dari jasa-jasa orang yang mendidiknya. Ia tahu bahwa ia adalah salah satu mata rantai sejarah generasi bangsa, ia sadar bahwa ia adalah salah satu pemegang tongkat estafet yang harus ia serahkan kepada generasi setelahnya.
Berdasarkan kesadaran itu, ia merasa wajib untuk berterima kasih kepada pendahulunya, ia harus membalas jasa-jasa orang sebelumnya, ia harus berbuat sebagaimana yang telah diperbuat oleh generasi sebelumnya. Ya, sebagai rasa terima kasih dan mengenang jasa-jasa orang sebelumnya yang telah ia nikmati, maka ia tergerak untuk bekerja, berusaha, dan berbuat untuk generasi setelahnya, ia merasa punya kewajiban untuk menanam jasa kepada anak cucunya. Ia tahu bahwa seseorang bukan hanya menerima, akan tetapi juga harus memberi, ia mengerti bahwa orang bukan hanya berbuat untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga harus berbuat untuk orang lain. Itulah sebabnya di usia yang senja sang kakek menanam pohon kelapa.
Tak terkecuali kita. Kita adalah salah satu anak bangsa, kita adalah salah satu mata rantai sejarah, sama persis dengan sang kakek, kita telah diasuh oleh orang tua kita, kita telah didik oleh para pendidik kita, kita telah banyak menikmati hasil jerih payah para pendahulu kita. Ya, orang tua kita, para pemimpin kita, kiyai kita, pak guru kita telah banyak menanamkan jasa-jasanya kepada kita.
Kita tumbuh dewasa berkat susah payah orang tua kita yang telah mengasuh kita, kita bisa mengaji karena jasa kiai yang mengajari kita alif ba’ ta. Kita bisa jadi sarjana tak lepas dari jasa pak guru yang mengajari kita a, bi, ci, di. Mereka telah berbuat, mereka telah berjuang, dan mereka telah menanam, yang hasilnya telah kita nikmati dan kita rasakan.
Tinggal kita sekarang, apa yang telah kita perbuat untuk bangsa kita?, apa yang bisa kita lakukan untuk membalas jasa-jasa para pendahulu kita?, apa yang bisa kita usahakan untuk meneruskan tongkat estafet perjuangan para pendahulu kita?, apa yang harus kita upayakan agar kita menjadi salah satu mata rantai sejarah bangsa kita? Apa yang bisa kita tanam, untuk dinikmati oleh generasi setelah kita?
Kita perlu belajar dari sang kakek, kita perlu tahu bahwa kita perlu berbuat untuk orang lain, bukan hanya untuk diri sendiri, kita perlu mengerti bahwa kita harus turun ke lapangan, kita harus ikut mengambil peran, kita harus ikut berkiprah dalam kancah kehidupan masyarakat, kita harus ikut terjun ke medan laga. Kerena orang hanya dikenang dengan jasanya, orang akan diingat karena kebaikannya, dan orang akan disebut dengan amal perbuatannya.
Kalau tidak, kafilah akan tetap berjalan, sejarah akan tetap berlalu, dan bumi akan tetap berputar. Dan kita akan ketinggalan, kita akan hanyut ditelan masa, dan kita akan dilupakan. Kita hanya ada dua pilihan, akan menjadi pemain atau menjadi penonton, akan dikenang atau akan dilupakan.
Film fiksi ilmiah '2012' yang menceritakan tentang terjadinya badai matahari (flare) bukan isapan jempol belaka. Flare diperkirakan akan terjadi antara tahun 2012-2015. Namun, tak serta merta hal itu melenyapkan peradaban dunia.
"Lapan memperkirakan puncak aktivitas matahari akan terjadi antara 2012 hingga 2015. Pada puncak siklusnya, aktivitas matahari akan tinggi dan terjadi badai matahari," ujar Kabag Humas Lapan Elly Kuntjahyowati dalam rilis yang diterima detikcom, Kamis (4/3/2010).
Flare tersebut, imbuhnya, merupakan salah satu aktivitas matahari selain medan magnet, bintik matahari, lontaran massa korona, angin surya dan partikel energetik. Ledakan-ledakan matahari itu, bisa sampai ke bumi. Namun, flare yang diperkirakan akan terjadi itu tak akan langsung membuat dunia hancur.
"Masyarakat banyak yang menghubungkan antara badai matahari dengan isu kiamat 2012 dari ramalan Suku Maya. Ternyata dari hasil pengamatan Lapan, badai matahari tidak akan langsung menghancurkan peradaban dunia," imbuhnya.
Efek badai tersebut, lanjut dia, yang paling utama berdampak pada teknologi tinggi seperti satelit dan komunikasi radio. Satelit dapat kehilangan kendali dan komunikasi radio akan terputus.
"Efek lainnya, aktivitas matahari berkontribusi pada perubahan iklim. Ketika aktivitas matahari meningkat maka matahari akan memanas. Akibatnya suhu bumi meningkat dan iklim akan berubah," jelas Elly.
Partikel-partikel matahari yang menembus lapisan atmosfer bumi akan mempengaruhi cuaca dan iklim. Dampak ekstremnya, bisa menyebabkan kemarau panjang. Namun hal ini masih dikaji oleh para peneliti.
Lapan pun berniat mensosialisasikan dampak aktivitas matahari ini ke masyarakat. Sosialisasi Fenomena Cuaca Antariksa 2012-2015 pun akan digelar di Gedung Pasca Sarjana lantai 3, Universitas Udayana, Jl Jenderal Sudirman, Denpasar, Bali pada 9 Maret 2010 pukul 11.00 Wita.
Sumber : http://id.news.yahoo.com/dtik/20100304/tpl-lapan-badai-matahari-terjadi-antara-b28636a.html